Selasa, 10 Juli 2012

Hakikat Matematika




A.  PENGERTIAN MATEMATIKA
Pendefinisian matematika sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat, namun demikian dapat dikenal melalui karakteristiknya. Sedangkan karakteristik matematika dapat dipahami melalui hakekat matematika.
Matematika timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide dan penalaran. Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu merupakan sistem-sistem yang bersifat untuk menggambarkan konsep-konsep abstrak, dimana masing-masing sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum dalam menyelesaikan masalah.
Sehubungan dengan hal di atas Hudoyo (1988) menyatakan matematika berkenaan dengan ide-ide (gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logik yang menggunakan pembuktian deduktif. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung, mengukur, dan lain – lain. Matematika adalah ilmu universal yang mendasari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memajukan daya pikir serta analisa manusia. Peran matematika dewasa ini semakin penting, karena banyaknya informasi yang disampaikan orang dalam bahasa matematika seperti, tabel, grafik, diagram, persamaan dan lain – lain. Untuk memahami dan menguasai informasi dan teknologi yang berkembang pesat, maka diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Sedang Soedjadi (1985) berpendapat bahwa simbol-simbol di dalam matematika umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat diberi arti sesuai dengan lingkup semestanya. Berdasarkan uraian di atas, agar supaya simbol itu berarti maka kita harus memahami ide yang terkandung di dalam simbol tersebut. Karena itu, hal terpenting adalah bahwa ide harus dipahami sebelum ide itu sendiri disimbolkan. Misalnya simbol (x, y) merupakan pasangan simbol “x” dan “y” yang masih kosong dari arti. Apabila konsep tersebut dipakai dalam geometri analitik bidang, dapat diartikan sebagai kordinat titik, contohnya A(1,2), B(6,9), titik A (1,2) titik A terletak pada perpotongan garis x = 1 dan y = 2 titik B( 6, 9) artinya titik B terletak pada perpotongan garis x = 6 dan y = 9. Hubungan–hubungan dengan simbol-simbol dan kemudian mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan kesituasi yang nyata.
Matematika memiliki objek abstrak disebut juga objek mental yang ada dalam pikiran, meliputi objek dasar: (1) fakta, (2) konsep, (3) definisi, (4) operasi, (5) prinsip
Dari objek dasar disusun suatu pola dan struktur matematika. Objek dasar tersebut yaitu sebagai berikut :
Ø Fakta (abstrak)
Berupa konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Simbol bilangan “3” bisa dipahami bilangan tiga, fakta “3 + 4” dipahami sebagai “tiga ditambah empat”, fakta “3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15”, simbol “//” bermakna sejajar (a,b) sebagai pasangan berurutan.
Ø Konsep
Ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikan sekumpulan objek., segitiga” merupakan nama suatu konsep abstrak bisa digunakan untuk membedakan contoh segitiga atau bukan. Contoh lain: “fungsi”, “variabel”, “konstanta”, “matriks”, vektor, group, dan ruang metrik” 
Ø Definisi
Ungkapan yang membatasi sebuah konsep. Contohnya (1) “trapesium adalah segiempat yang tepat sepasang sisinya sejajar” atau (2) ”trapesium adalah segiempat yang terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu sisinya”
Kedua definisi memiliki intensi yang berbeda tetapi memiliki ekstensi yang sama. Untuk menguji kesamaan ekstensi diberikan dengan pertanyaan, “adakah trapesium menurut definisi 1 yang tdk termasuk dalam trapesium menurut definisi 2 atau sebaliknya?” Definisi 1 termasuk definisi analitis: definisi yang menyebutkan genus proksimum (genus terdejat) dan diferensia spesifika (pembeda khusus). Definisi 2 termasuk definisi genetik: definisi yang menyebut bagaimana konsep itu terbentuk atau terjadi. Jenis definisi 3, definisi dengan rumus: (1) a – b = a + (-b), (2) n! = n(n-1)!
Ø Operasi
Suatu fungsi (aturan) untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar atau pengerjaan matematika yang lain. Operasi: unair (melibatkan satu elemen), biner (melibatkan dua elemen), terner (melibatkan lebih dari dua elemen). Unair: “tambah tiga”, komplemen, akar, dsb. Biner: “gabungan”, penjumlahan, perkalian, dsb.
Ø Prinsip
Objek matematika yang kompleks terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep, yang dikaitkan oleh suatu relasi atau operasi. Aksioma, teorema, sifat, dsb. 

          Pada hakekatnya, berfikir matemtika itu dilandasi oleh kesepakatan-kesepatan yang disebut aksioma. Karena itu matematika merupakan system yang aksiomatik yang dapat dikemukakan sebagai berikut.

          Suatu pembenaran dari teorema Tn dengan menggunakan teorema Tn-1 yang sebelumnya sudah diterima kebenarannya. Pembenaran Tn-1 dengan menggunakan Tn-2 yang sebelumnya sudah diterima kebenarannya. Demikian seterusnya sehingga sampai pada suatu prosisi To yang tidak perlu dibuktikan. Proposisi To inilah yang disebut teorema untuk system tersebut. To itu sendiri memerlukan pengertian pangkal yang tidak didefinisikan. Secara diagramatik uraian di atas “kemungkinan” adalah sebagai berikut.






Hubungan teorema dan pengertian pangkal
Pengertian
T3
T0
T2
T5
T4
T1
Tn

T6
T5
T1
Text Box: 6
 















Dalam system aksiomatik ini, kumpulan aksioma itu adalah sebagai berikut.
1.    Taat azaz
Kumpulan aksioma tersebut tidak boleh terjadi kontradiksi diantara aksioma-aksioma dalam kumpulan tersebut. Dalam pengembangannya juga tidak boleh terjadi kontradiksi.
Misalnya kita terapkan aksioma-aksima berikut.
A1.     2 + 3 = 1
A2.     1 + 2 = 2
A3.    (2 + 3) + (1 + 2) = 8
A4     Dalam hal yang sama ditambah dengan  dua hal yang sama menghasilkan dua hal yang sama.
Keempat aksioma tersebut tidak taat azaz sebab dengan menggunakan A4, bila A1 dan A2 digabung menghasilkan (2 + 3) + (1 + 2) = 1 + 2 =3 kontradiksi dengan A2.



2.    Lengkap
Kelengkapan dalam arti, merumuskan teorema-teorema dalam system matematika yang dimaksud. Aksioma-aksioma itu mencukupi. Misalnya, kita hilangan salah satu aksioma dari suatu system matematika yang telah kita ketahui, maka kita tidak akan merumuskan teorema-teorema karena aksiomanya tidak lengkap.

3.    Hubungan antar aksioma bebas
Hubungan antar aksioma tidak saling bergantungan sebab aksioma yang satu tidak dapat ditukarkan dari aksioma yang lain dalam system yang sama.
Misalnya kita tetapkan aksioma-aksioma berikut.
A1     Jumlah dua bilangan genap adalah genap
A2     Jumlah dua bilangan ganjil adalah genap
A3     2 + 4 adalah genap
Ketiga aksioma tersebut tidak saling bebas sebab A3 dapat diturunkan dari A1.
          Dari aksioma yang bersifat umum dapat diturunkan hingga memperoleh sifat-sifat khusus. Pola yang demikian ini disebut deduktif . Pola piker demikianlah yang banyak dipergunakan dalam berpikir matematik.
          Perumusan yang diperoleh dari berpikir induktif, bukan berfikir matematik. Menalar secara induksi (bedakan dengan induksi matematik) memerlukan hal-hal yang khusus yang kemudian ditarik kesimpulan menjadi hal umum. Dengan demikian dasar argumentasi untuk menarik kesimpulan, antara deduktif dan induktif berbeda.
          Walaupun matematika itu menggunakan penalaran deduktif, proses kreatif juga terjadi yang kadang-kadang menggunakan penalaran induktif, intuisi bahkan dengan coba-coba (trial and error). Namun pada akhirnya penemuan dari proses kreatif tersebut harus diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif. Teorema-teorema yang diperoleh secara deduktif itu kemudian dipergunakan untuk menyelesaikan berbagai masalah termasuk dalam kehidupan nyata.
Uraian diatas dapat disajikan dengan gambar berikut.



Gambar 5.2 rangkaian Aksioma Teorema-Penerapan
Teorema
 


                                Diorganisasikan

                       Induktif
                        Deduktif
                                                            Penerapan

Kesepakatan- kesepakatan Aksioma
Dunia nyata/alam sekitar dari pengamatan sebagai sumber inspirasi
 









                                                                 
B.   PENALARAN DEDUKTIF DALAM MATEMATIKA

Penalaran dalam matematika adalah deduktif. Penalaran demikian ini sulit dipisahkan dari logika.
Banyak masalah matematika berkaitan dengan pembuktian. Pembuktian yang menggunakan penalaran deduktif ini menggunakan kalimat yang mengandung “jika.....maka....”. Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasar alasan logik.
Pembuktian pada dasarnya merupakan penarikan kesimpulan yang sah dari premis-premis. Premis tersebut disebut juga hipotesis.
Beberapa cara pembuktian dapat dikemukakan sebagai berikut.

1.                 Pembuktian langsung
a.        Aturan dasarnya (p q)  q→q disebut modus ponendo ponens merupakan tautologi atau ditulis
Hipotesis (1) p→q
Hipotesis (2) p
Kesimpulan q
Misalnya, telah diketahui bahwa suatu segitiga samakaki, maka kedua alas sudutnya konkruen. Bila diketahui pula bahwa segitiga itu samakaki, maka dapat disimpulkan bahwa kedua sudut alasnya konkruen.
     Penjelasan logikanya sebagai berikut.
Suatu teorema menyatakan : “jika suatu segitiga itu samakaki (p) maka kedua sudut alasnya konkruen (q).
Simbol logikanya :
     Hipotesis (1) p→q sebagai teorema
     Hipotesis (2) p        sebagai diketahui
    Kesimpulan q  yang menyatakan bahwa kedua sudut alasnya segitiga samakaki konkruen.
b.    Implikasi transitif (p→q)(q→r)→(p→r) merupakan tautologi atau ditulis:
Hipotesis (1)  p→q
Hipotesis (2)  q→r
Kesimpulan  p→r
Misalnya dibuktikan bahwa di dalam himpunan bilangan cacah, kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil.
Simbol logikanya : untuk x {bilangan cacah}, ( x)(x ganjil →  ganjil ).
     Proses pembuktiannya adalah sebagai berikut.
Hipotesis (1): x ganjil →ada n bilangan cacah sehingga x= 2n+1
Hipotesis (2): x= 2n+1→ =
                                    = 2(  + 1 adalah ganjil
Kesimpulan : x ganjil →  ganjil


2. Pembuktian tidak langsung
a.  Ada kalanya kita sulit membuktikan p→q secara langsung. Dalam keadaan demikian kita dapat membuktikan kontra positifnya, yaitu membuktikan kebenaran -q→-p sebab kedua pernyataan tersebut ekuvalen atau (p→q)→(-q→-p) merupakan tautologi.
Misalnya harus dibuktikan proposisi berikut.
Jika hasil kali bilangan asli a dan b ganjil (p), maka kedua bilangan tersebut ganjil (q) yang disimbolkan p→q.
  Untuk membuktikan proposisi tersebut, kita dapat membuktikan kontra positifnya yang berbunyi : “jika bilangan asli a dan b kedua-duanya tidak ganjil (-q) maka a.b tidak ganjil (-p) yang disimbolkan : -q→-p.
     Andaikan salah satu dari a atau b tidak ganjil (yang berarti genap)
     a= 2n →a.b = (2n)b
                      = 2(nb) genap (tidak ganjil).
Pembuktian dengan kontra positif ini juga dapat diubah menjadi (p→q) -q→-p merupakan tautologi yang disebut modus tollendo tollens atau ditulis
     Hipotesis (1) p→q
     Hipotesisi (2)     - q
     Kesimpulan   -p

b. Bila kita ingin membuktikan proposisi p, maka kita pandang negasinya p adalah –p. Kita harus membuktikan, dengan –p akan terjadi kontradiksi, misalnya q -q salah maka pemisalan –p menjadi salah. Dengan demikian –(-p) menjadi benar atau karena –(p) ↔ p maka p benar.
Dengan perkataan lain, kita tunjukan bahwa –(q-q) →-(-q) suatu tautologi. Pembuktian seperti ini disebut reductio ad absurdum. Misalnya kita membuktikan suatu teorema dalam geometry euclides yang berbunyi sebagai berikut. “jika I dan m merupakan dua garis yang berlainan yang tidak sejajar, maka I dan m itu berpotongan pada suatu titik tuggal.”
     Proses pembuktiannya sebagai berikut:
1.    I dan m tidak sejajar, berarti l dan m mempunyai suatu titik yang sama.
2.     Karena yang akan dibuktikan adalah ketunggalan titik, dipandang sebaliknya,  yaitu l dan m dimisalkan mempunyai dua titi potong di A dan B yang berbeda.
3.    Karena itu ada lebih dari satu garis yang melalui dua titik A dan B.
4.    Pernyataan (3) ini bertentangan dengan aksioma/postulat Euclides yang berbunyi : “Hanya ada satu garis yang dapat ditarik melalui dua titik A dan B “
5.    Disimpulkan l dan m berpotongan pada satu titik tunggal.

c.  Untuk membuktikan tidak kebenaran dari suatu generalisasi, kita pergunakan cukup dengan satu contoh saja yang dapat menggagalkan generalisasi tersebut.
Cara pembuktian seperti ini disebut contoh kontra.
     Prinsip pembuktian contoh kontra adalah sebagai berikut.
( x) p(x). x A.
Bila dapat ditunjukan bahwa untuk a A menghasilkan –p(a) maka ini berarti (x)-p(x). Ini ekuvalen dengan –((x) p(x) yang menggagalkan generalisasi yang dikemukakan.
Misalkan, kita akan membuktikan tidak benarnya proposisi ( n)(n(n+1)+41) adalah bilangan prima untuk n{bilangan asli}.
Ambil n=40 maka 40(40+1)+41=41.41 bukan bilangan prima.
Di sini juga sekaligus terlihat bahwa hasil pengamatan (kebenaran yang khusus) tidak dapat begitu saja kita benarkan generalisasinya.
     Perhatikan kembali contoh di ( n)(n(n+1)+41)) untuk n {bilangan asli} dengan kejadian-kejadian berikut.
Tabel 5.1. pembuktian dengan contoh kontra.
N
n(n+1)+41
Keterangan
1
2
3
4
5
1(1+1)+41=43
2(2+1)+41=47
3(3+1)+41=53
4(4+1)+41=61
5(5+1)+41=71
Bilangan prima
Bilangan prima
Bilangan prima
Bilangan prima
Bilangan prima
39
40
39(39+1)+41=1601
40(40+1)+41=1681=
Bilangan prima
Bukan bilangan prima

Penyimpulan dari penalaran induktif tidak dapat diterima sebagai kebenaran penalaran deduktif.

3.                 Induksi matematika
Induksi matematika biasanya dipergunakan untuk pernyataan-pernyataan yang menyangkut bilangan asli.
Induksi matematika ini berbeda dengan penalaran induktif yang telah disinggung diatas. Induksi matematika merupakan penalaran deduktif yang pada dasarnya menggunakan modus ponendo ponens.
Prinsip pembuktian adalah sebagai berikut.
Misalnya suatu pernyataan P tentang bilangan asli dinyatakan dengan P(n).
Jika kedua hal                    (1) P(a) benar untuk a{bilangan asli}
(2) untuk setiap bilangan asli k≥a, bila pernyataan P(k) benar maka p(k+1)benar.
Maka P(n) benar untuk semua bilangan asli n≥a.
Penggunaan modus ponendo pones terlihat berikut ini. Perhatikan P(n), n{bilangan asli}.
(1)   dan (2) berarti     P(a)→ P(a+1)
P(a+1)→p(a+2)
P(a+2)→P(a+3)
p(k) → P(k+1)
Jadi pembuktian induksi metematika merupakan penalaran deduktif.
Misalkan kita hendak mencari jumlah:
      1+2+3+.....+n
1.       penalaran deduktif
1+2                                      = 3    =
1+2+3                       = 6    =
1+2+3+4                   = 10  =
1+2+3+.........+n                 =
Hasil ? dalam matematika bukan hasil penalaran deduktif. Di sini akan ditunjukan langkah berikutnya yaitu dengan menggunakan induksi matematika.

2. Penalaran deduktif
Harus dibuktikan P(n) = 1+2+3+......+ n =
Bila  P(k) = 1+2+3+..................+k =
Maka P(k+1) = 1+2+3+............+k+ (k+1) =
                                   Benar
(1)                                                                           P(1) =
(2)                                                                           P(k) benar maka P(k+1)       = 1+2+3+......+k) + (k+1)
                                   =
                                   = (k+1) (
                                   =
                                   Benar
Jadi P(n) benar untuk setiap n bilangan asli.



C.   SISTEM AKSIOMATIK
Dalam uraian terdahulu  telah dikemukakan bahwa matematika berstruktur aksiomatik. System aksiomatik terdiri atas empat bagian dasar, yaitu pengertian pangkal ( underfined term ), aksioma, konsep yang didefinisikandan teorema.
Misalkan dalam system bilangan cacah, mempunyai empat bagian dasar berikut.
1.    Pengertian pangkal ; himpunan bilangan cacah C.
= { 0, 1, 2, … } dengan operasi + dan x, serta relasi =

2.    Aksioma
1)   Operasi  +
a.                 Untuk a, b ϵ C, a + b ϵ C
b.                Untuk a, b ϵ C, a + b = b + a
c.                 Untuk a, b ϵ  C, a + (b + c) = (a + b) + c
d.                Ada unsure identitas 0 ϵ C sehingga untuk a ϵ C berlaku a + c = 0 + a = a
e.                 Untuk a, b, c ϵ C, jika a + b = c + b maka a = c.

2)   Operasi  x
a.                 Untuk a, b ϵ C, a x b ϵ C
b.                Untuk a, b ϵ C, a x b = b x a
c.                 Untuk a, b ϵ  C, a x (b x c) = (a x b) x c
d.                Ada unsure identitas 1 ϵ C sehingga untuk a ϵ C berlaku a x 1 = 1 x  a = a
e.                 Untuk a, b, c ϵ C, jika a x  b = c x  b maka a = c, untuk b ≠ 0

3. Definisi
Untuk mengembangkan menjadi teorema, diperlukan definisi misalnya “ kurang dari” (symbol <) dan “lebih dari” (symbol >).

Relasi “kurang dari”
x > y berarti y < x


4. Teorema
Dari aksioma – aksioma dari definisi di atas dapat diturunkan teorema misalnya untuk x, y, z  ϵ C , jika x < y maka x + z < y + z .
Cara menurunkan teorema tersebut, menggunakan penalaran deduktif berikut.
1.       X < y                                                diketahui
2.       X + d = y                                         definisi <
3.       ( x + d ) + z = y + z                                   aks. 1)(c)
4.        x + ( d + z )= y + z                                   aks. 1)(c)
5.       ( x + z ) + d = y + z                                   aks. 1)(c)
6.       x + z < y + z                                              definisi <

Pembuktian menjadi lengkap.

Demikianlah dengan menggunakan definisi – definisi baru yang tidak saling bertentangan dengan definisi sebelumnya dan aksioma – aksioma serta teorema – teorema yang sudah dibuktikan, tersusun teorema – teorema baru.
Sifat – sifat yang terdapat pada obyek – obyek dari system bilangan cacah misalnya, sifat komutatif, disebut sifat – sifat struktur dari system bilangan cacah.
Secara lebih umum lagi, berikut ini dipaparkan selintas salah satu system matematika yang disebut Medan ( Field ).
1.    Pengertian pangkal
Unsur – unsur a, b, c … ϵ M. Paling sedikit ada dua unsur terdapat dalam M.
Operasi + dan x tidak selalu diinterpretasikan sebagai penjumlahan dan perkalian seperti pada aritmatika.

2.    Aksioma
 Untuk a, b ϵ M, a + b = c ϵ M.
 Untuk a, b ϵ M, a + b = b + a
 Untuk a, b, c ϵ M, a + (b + c)= (a + b)+ c
 Ada unsur identitas 0 ϵ M sehingga untuk setiap a ϵ M, a + 0 = 0 + a = a
 Setiap a ϵ M, ada tunggal –a ϵ M sehingga a + (-a) = (-a) + a = 0
Unsur –a disebut invers a.
 Untuk a, b, ϵ M, a x b = c ϵ M
 Untuk a, b, ϵ M, a x b = b x a
 Untuk a, b, c ϵ M, a x (b x c) = (a x b) x c
 Ada unsure identitas 1 ϵ M sehingga untuk setiap a ϵ M, a x 1 = 1 x a = a
 Setiap a ϵ M, a ≠ 0, ada tunggal  ϵ M sehingga  disebut invers    multiplikasi a
 Untuk a, b, c ϵ M, a x (b + c) = (a x b) + (a x c)

3. Teorema
Misalkan kita ingin membuktikan teorema berikut.
         : Jika a = b dan c = d maka a + c = b + d
      Bukti :
1.                      a = b ……………………………………………………..diketahui
2.                      c = d ……………………………………………………..diketahui
3.                      a + c = b + d ……………………………………jelas dari 1 dan 2
    : Jika a + b = c maka b = (-a ) + c
1.                      a + b = c …………………………………………………diketahui
2.                      (-a + a) + b = (-a) + c …………………………………
3.                      (-a + a) + b = (-a) + c …………………………………
4.                         0     +     b = (-a) + c …………………………………
5.                                b         =(-a) + c ………………………………….

Untuk mengembangkan, diberikan defines – definisi berikut.
a – b diartikan a + (-b)

         : Jika  a = b dan c = d maka a – c = b – d
 Bukti :
1.                a = b …………………………………………………diketahui
2.                c = d …………………………………………………diketahui
3.                a – c = a + (-c) …………………………………..definisi a – c
4.                b – d = b +(-d) …………………………………..definisi b – d
5.                a + (-c) = b + (-d) ……………………………...(1, 2)
6.                a – c = b – d ………………………………………..(3, 4, 5)
Kumpulan aksioma Medan ditambah lagi dengan sekumpulan aksioma yang secara bersama, seluruh itu menjadi suatu system matematika yang baru yang disebut Medan berurutan ( Ordered Field ).
1.             Relasi yang tidak didefinisikan : a > b dibaca a lebih dari b.
2.             Definisi relasi a < b, dibaca a kurang dari b berarti a < b jika dan hanya jika b > a.
3.             Aksioma
 s/d
 Untuk a, b, c ϵ  ada tepat satu relasi yang benar dari relasi - relasi a < b, a = b, a >b
 Untuk a, b, c ϵ  , jika a > b dan b > c maka a > c.
 Untuk a, b, c ϵ  , jika a > b maka a + c > b + c
 Untuk a, b, c ϵ  , jika a > b dan c > 0 maka a x c > b x c.

4.             Teorema
    : Jika  a > b dan c > d maka (a + c) > (b + d)
                              Bukti :
1.                       a + c > b + c ………………………….
2.                       a + c > b + d ………………………….
3.                       a + c > b + d ………………………….

    : a > b jika dan hanya jika -a > -b

a.  Hendak dibuktikan jika a > b maka –a < -b.
                             Bukti :
1. [(-a) + (-b) + a] > [(-a) + (-b) + b] …………………….
2. [((-a) + a) + (-b)] > [(-a) + (-b) + b] …………………
3. –b > -a .………………………………………………….
4. –a > -b ……………………………………………. definisi

b.       Hendak dibuktikan jika -a < -b maka a > b.
                              Bukti :
1. [(-a) + b + a] < [(-b) + b + a] ………………………….
2. [((-a) + a) + b] < [(-b) + (b) + a]……………………
3. b < a ………………………………………………….….
4. a  > b ..……………………………………………. definisi


    : Jika  a > b, c < 0 maka  a x c < b x c
                      Bukti :
1.             misalkan c = -d, d > 0
2.             a x d > b x d …………………………………………….
3.             –a x d < -b x d …………………….……………………..
4.             a x (-d) < b x (-d) ….……………………………………..
5.             a x c < b x c ...……………………………………substitusi.
   Demikian seterusnya, kita dapat mengembangkan teorema – teorema. Pengembangan selanjutnya, bukan pada tempatnya dibicarakan di sini. Di sini hanya ditunjukkan bagaimana berpikir matematik yang secara terstruktur bergerak maju selangkah demi selangkah secara sistematik. Setiap langkah harus dapat dipertanggungjawabkan.
  Yang telah dikemukakan di atas merupakan system matematik yang disebut Medan yang kemudian sifta- sifatnya dikembangkan lagi dengan menetapkan aksioma – aksioma tambahan sehingga menjadi ordered  field.
 Dengan sekelumit contoh pengembangan suatu system matematika yang aksiomatik   , dapat kita simpulkan bahwa matematika itu kemungkinan berkembang menjadi besar dan ini terbukti dengan penemuan – penemuan cabang matematika yang baru dan aplikasinya pun menyebar ke banyak cabang ilmu pengetahuan.


D.  PEMILIHAN KONSEP-KONSEP ESENSIAL

Untuk menetapkan konsep-konsep esensial tidak semudah yang diucapkan. Kita perlu menetapkan criteria apa yang dimaksud konsep esensial tersebut. Kriteria tersebut perlu didistribusikan sehingga terjadi kesepakatan tentag deskripsi konsep esensial untuk matematika di sekolah. Setelah kriteria itu jelas barulah kita mendiskusikan pokok bahasan/ sub pokok bahasan yang termasuk konsep esensial untuk ruang lingkup matematika di sekolah. Kalaupun penetapan konsep esensial matematika di sekolah sudah diterapkan dengan cara seperti itu, belum tentu kelompok diskusi yang lain akan menyepakatinya, walaupun bidang keahlian pengkaji sama.
Dalam pembicaraan berikut ini akan kita coba criteria konsep esensial untuk matematika SD. Konsep esensial yang dimaksud dapat berupa fakta, definisi, dan prinsip dasar untuk matematika SD.
1. Validitas
    Konsep yang dipilih harus mendukung tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
2. Signifikan
Konsep-konsep yang dipilih seyogyanyansaling berhubungan sehingga dapat diurut secara hirarkis dan merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai bahan matematika SD yang rinciannya adalah sebagai berikut:
a.  Konsep yang mendasari konsep lainnya
b. Konsep yang memang dapat dipahami anak norma. Dengan perkataan lain, konsep-konsep tersebut harus sesuai dengan kesiapan anak normal
c.  Konsep yang memang bermanfaat untuk bekal kehidupan anak
d. Konsep yang banyak atau sering digunakan untuk menjelaskan konsep berikutnya. Konsep sebagai pengenal saja di SD, walaupun sangat diperlukan untuk tingkat pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk dalam criteria yang kita tetapkan.

Dengan criteria diatas, kita coba menetapkan konsep esensial untuk matematika SD. Asumsinya bagi siswa SD pada umumnya, mereka memerlukan kemampuan hitung-menghitung untuk bekal kehidupannya. Asumsi ini mendasari rumusan tujuan. Misalnya, himpunan :
1.       Validitas
konsep himpunan memang dipelukan karena memang mendukung tujuan
2.       Signifikan
a.     Konsep himpunan sebagai dasar untuk menjelaskan bilangan cacah. Bilangan cacah tidak mungkin diabaikan di matematika SD
b.    Konsep himpunan mudah dipahami siswa SD, karena pengertian himpunan dapat dijelaskan dengan benda konkret sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa SD.
c.     Konsep himpunan memang sangat mudah dicerna anak  dan memang bermanfaat bagi kehidupan, namun konsep abstrak tidak diperlukan disini.
d.    Konsep himpunan akan sering digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep matematika SD yang lain.
Kesimpulan : himpunan termasuk konsep esensial.
Misal yang lain, matriks :
1.    Validitas
     Konsep matriks mungkin tidak diperlukan untuk mendukung tercapainya tujuan.
2.    Signifikan
a.     Konsep matriks tidak mendasari konsep-konsep matematika SD yang berkaitan dengan hitung menghitung.
b.    Konsep matrik dapat dicerna oleh siswa, asalkan konsep disajikan dengan contoh-contoh konkret dalam kehidupan sehari-hari.
c.     Konsep matriks ini dapat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari bila konsep matriks ini dikembangkan.
d.    Konsep ini rasanya tidak ada kelanjutan dalam matematika SD dengan demikian konsep matriks SD berfungsi sebagai pengenalan saja.
Kesimpulan : matriks bukan konsep esensial
Dari kedua contoh diatas, terlihat dalam menetapkan apakah suatu pokok bahasan merupakan konsep esensial, sangat dipengaruhi oleh subyektivitas individu yang menetapkan, walaupun criteria pemilihan konsep esensial sudah ditetapkan. Karena itu untuk menetapkan apakah suatu pokok bahasan merupakan konsep esensial, perlu forum diskusi yang melibatkan para ahli.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar