A. PENGERTIAN
MATEMATIKA
Pendefinisian
matematika sampai saat ini belum ada kesepakatan yang bulat, namun demikian
dapat dikenal melalui karakteristiknya. Sedangkan karakteristik matematika
dapat dipahami melalui hakekat matematika.
Matematika
timbul karena pikiran-pikiran manusia berhubungan dengan ide dan penalaran.
Ide-ide yang dihasilkan oleh pikiran-pikiran manusia itu merupakan
sistem-sistem yang bersifat untuk menggambarkan konsep-konsep abstrak, dimana
masing-masing sistem bersifat deduktif sehingga berlaku umum dalam
menyelesaikan masalah.
Sehubungan
dengan hal di atas Hudoyo (1988) menyatakan matematika berkenaan dengan ide-ide
(gagasan-gagasan), struktur-struktur dan hubungan-hubungan yang diatur secara
logik sehingga matematika itu berkaitan dengan konsep-konsep abstrak. Suatu
kebenaran matematika dikembangkan berdasarkan atas alasan logik yang
menggunakan pembuktian deduktif. Matematika memiliki peranan penting dalam
berbagai aspek kehidupan. Banyak permasalahan dan kegiatan dalam hidup kita
yang harus diselesaikan dengan menggunakan ilmu matematika seperti menghitung,
mengukur, dan lain – lain. Matematika adalah ilmu universal yang mendasari
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, memajukan daya pikir serta
analisa manusia. Peran matematika dewasa ini semakin penting, karena banyaknya
informasi yang disampaikan orang dalam bahasa matematika seperti, tabel,
grafik, diagram, persamaan dan lain – lain. Untuk memahami dan menguasai
informasi dan teknologi yang berkembang pesat, maka diperlukan penguasaan
matematika yang kuat sejak dini. Sedang Soedjadi (1985) berpendapat bahwa
simbol-simbol di dalam matematika umumnya masih kosong dari arti sehingga dapat
diberi arti sesuai dengan lingkup semestanya. Berdasarkan uraian di atas, agar
supaya simbol itu berarti maka kita harus memahami ide yang terkandung di dalam
simbol tersebut. Karena itu, hal terpenting adalah bahwa ide harus dipahami
sebelum ide itu sendiri disimbolkan. Misalnya simbol (x, y) merupakan pasangan
simbol “x” dan “y” yang masih kosong dari arti. Apabila konsep tersebut dipakai
dalam geometri analitik bidang, dapat diartikan sebagai kordinat titik,
contohnya A(1,2), B(6,9), titik A (1,2) titik A terletak pada perpotongan garis
x = 1 dan y = 2 titik B( 6, 9) artinya titik B terletak pada perpotongan garis
x = 6 dan y = 9. Hubungan–hubungan dengan simbol-simbol dan kemudian
mengaplikasikan konsep-konsep yang dihasilkan kesituasi yang nyata.
Matematika memiliki objek abstrak
disebut juga objek mental yang ada dalam pikiran, meliputi objek dasar: (1)
fakta, (2) konsep, (3) definisi, (4) operasi, (5) prinsip
Dari objek dasar disusun suatu pola dan struktur matematika. Objek dasar
tersebut yaitu sebagai berikut :
Ø Fakta
(abstrak)
Berupa
konvensi-konvensi yang diungkap dengan simbol tertentu. Simbol bilangan “3”
bisa dipahami bilangan tiga, fakta “3 + 4” dipahami sebagai “tiga ditambah
empat”, fakta “3 x 5 = 5 + 5 + 5 = 15”, simbol “//” bermakna sejajar (a,b)
sebagai pasangan berurutan.
Ø Konsep
Ide abstrak yang dapat digunakan untuk menggolongkan atau mengklasifikan
sekumpulan objek., segitiga” merupakan nama suatu konsep abstrak bisa digunakan
untuk membedakan contoh segitiga atau bukan. Contoh lain: “fungsi”, “variabel”,
“konstanta”, “matriks”, vektor, group, dan ruang metrik”
Ø
Definisi
Ungkapan
yang membatasi sebuah konsep. Contohnya (1) “trapesium adalah segiempat yang
tepat sepasang sisinya sejajar” atau (2) ”trapesium adalah segiempat yang
terjadi jika sebuah segitiga dipotong oleh sebuah garis yang sejajar salah satu
sisinya”
Kedua definisi memiliki intensi yang berbeda tetapi memiliki ekstensi yang
sama. Untuk menguji kesamaan ekstensi diberikan dengan pertanyaan, “adakah
trapesium menurut definisi 1 yang tdk termasuk dalam trapesium menurut definisi
2 atau sebaliknya?” Definisi 1 termasuk definisi analitis: definisi yang menyebutkan
genus proksimum (genus terdejat) dan diferensia spesifika (pembeda khusus).
Definisi 2 termasuk definisi genetik: definisi yang menyebut bagaimana konsep
itu terbentuk atau terjadi. Jenis definisi 3, definisi dengan rumus: (1) a – b
= a + (-b), (2) n! = n(n-1)!
Ø Operasi
Suatu fungsi (aturan) untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih
elemen yang diketahui. Pengerjaan hitung, pengerjaan aljabar atau pengerjaan
matematika yang lain. Operasi: unair (melibatkan satu elemen), biner (melibatkan
dua elemen), terner (melibatkan lebih dari dua elemen). Unair: “tambah tiga”,
komplemen, akar, dsb. Biner: “gabungan”, penjumlahan, perkalian, dsb.
Ø Prinsip
Objek matematika yang kompleks terdiri dari beberapa fakta, beberapa konsep,
yang dikaitkan oleh suatu relasi atau operasi. Aksioma, teorema, sifat,
dsb.
Pada hakekatnya, berfikir matemtika
itu dilandasi oleh kesepakatan-kesepatan yang disebut aksioma. Karena itu
matematika merupakan system yang aksiomatik yang dapat dikemukakan sebagai
berikut.
Suatu pembenaran dari teorema Tn
dengan menggunakan teorema Tn-1 yang sebelumnya sudah diterima
kebenarannya. Pembenaran Tn-1 dengan menggunakan Tn-2
yang sebelumnya sudah diterima kebenarannya. Demikian seterusnya sehingga
sampai pada suatu prosisi To yang tidak perlu dibuktikan. Proposisi
To inilah yang disebut teorema untuk system tersebut. To
itu sendiri memerlukan pengertian pangkal yang tidak didefinisikan. Secara
diagramatik uraian di atas “kemungkinan” adalah sebagai berikut.
Hubungan teorema
dan pengertian pangkal
Dalam
system aksiomatik ini, kumpulan aksioma itu adalah sebagai berikut.
1.
Taat azaz
Kumpulan
aksioma tersebut tidak boleh terjadi kontradiksi diantara aksioma-aksioma dalam
kumpulan tersebut. Dalam pengembangannya juga tidak boleh terjadi kontradiksi.
Misalnya
kita terapkan aksioma-aksima berikut.
A1. 2 + 3 = 1
A2. 1 + 2 = 2
A3. (2 + 3) + (1 + 2) = 8
A4 Dalam hal yang sama ditambah dengan dua hal yang sama menghasilkan dua hal yang
sama.
Keempat aksioma tersebut tidak taat azaz
sebab dengan menggunakan A4, bila A1 dan A2
digabung menghasilkan (2 + 3) + (1 + 2) = 1 + 2 =3 kontradiksi dengan A2.
2. Lengkap
Kelengkapan
dalam arti, merumuskan teorema-teorema dalam system matematika yang dimaksud.
Aksioma-aksioma itu mencukupi. Misalnya, kita hilangan salah satu aksioma dari
suatu system matematika yang telah kita ketahui, maka kita tidak akan merumuskan
teorema-teorema karena aksiomanya tidak lengkap.
3. Hubungan
antar aksioma bebas
Hubungan
antar aksioma tidak saling bergantungan sebab aksioma yang satu tidak dapat
ditukarkan dari aksioma yang lain dalam system yang sama.
Misalnya
kita tetapkan aksioma-aksioma berikut.
A1 Jumlah dua bilangan genap adalah genap
A2 Jumlah dua bilangan ganjil adalah genap
A3 2 + 4 adalah genap
Ketiga
aksioma tersebut tidak saling bebas sebab A3 dapat diturunkan dari A1.
Dari aksioma yang bersifat umum dapat diturunkan hingga
memperoleh sifat-sifat khusus. Pola yang demikian ini disebut deduktif . Pola piker demikianlah
yang banyak dipergunakan dalam berpikir matematik.
Perumusan
yang diperoleh dari berpikir induktif, bukan berfikir matematik. Menalar secara
induksi (bedakan dengan induksi matematik) memerlukan hal-hal yang khusus yang
kemudian ditarik kesimpulan menjadi hal umum. Dengan demikian dasar argumentasi
untuk menarik kesimpulan, antara deduktif dan induktif berbeda.
Walaupun
matematika itu menggunakan penalaran deduktif, proses kreatif juga terjadi yang
kadang-kadang menggunakan penalaran induktif, intuisi bahkan dengan coba-coba
(trial and error). Namun pada akhirnya penemuan dari proses kreatif tersebut
harus diorganisasikan dengan pembuktian secara deduktif. Teorema-teorema yang
diperoleh secara deduktif itu kemudian dipergunakan untuk menyelesaikan
berbagai masalah termasuk dalam kehidupan nyata.
Uraian
diatas dapat disajikan dengan gambar berikut.
Gambar
5.2 rangkaian Aksioma Teorema-Penerapan
Diorganisasikan
Induktif
Deduktif
Penerapan
Kesepakatan- kesepakatan Aksioma
|
Dunia nyata/alam sekitar dari pengamatan
sebagai sumber inspirasi
|
B. PENALARAN
DEDUKTIF DALAM MATEMATIKA
Penalaran dalam
matematika adalah deduktif. Penalaran demikian ini sulit dipisahkan dari
logika.
Banyak
masalah matematika berkaitan dengan pembuktian. Pembuktian yang menggunakan
penalaran deduktif ini menggunakan kalimat yang mengandung “jika.....maka....”.
Suatu kebenaran matematika dikembangkan berdasar alasan logik.
Pembuktian pada
dasarnya merupakan penarikan kesimpulan yang sah dari premis-premis. Premis
tersebut disebut juga hipotesis.
Beberapa cara
pembuktian dapat dikemukakan sebagai berikut.
1.
Pembuktian langsung
a.
Aturan dasarnya (p
q)
∧
q→q disebut modus ponendo ponens merupakan tautologi atau ditulis
Hipotesis (1) p→q
Hipotesis (2) p
Kesimpulan q
Misalnya, telah
diketahui bahwa suatu segitiga samakaki, maka kedua alas sudutnya konkruen. Bila
diketahui pula bahwa segitiga itu samakaki, maka dapat disimpulkan bahwa kedua
sudut alasnya konkruen.
Penjelasan
logikanya sebagai berikut.
Suatu teorema
menyatakan : “jika suatu segitiga itu samakaki (p) maka kedua sudut alasnya
konkruen (q).
Simbol logikanya
:
Hipotesis
(1) p→q sebagai teorema
Hipotesis
(2) p sebagai diketahui
Kesimpulan q
yang menyatakan bahwa kedua sudut alasnya segitiga samakaki konkruen.
b. Implikasi
transitif (p→q)⋀(q→r)→(p→r)
merupakan tautologi atau ditulis:
Hipotesis (1) p→q
Hipotesis (2) q→r
Kesimpulan p→r
Misalnya dibuktikan
bahwa di dalam himpunan bilangan cacah, kuadrat bilangan ganjil adalah ganjil.
Simbol logikanya : untuk x ∈{bilangan
cacah}, (∀
x)(x ganjil →
ganjil ).
Proses
pembuktiannya adalah sebagai berikut.
Hipotesis (1): x ganjil →ada n bilangan
cacah sehingga x= 2n+1
Hipotesis (2): x= 2n+1→
=
= 2(
+ 1 adalah ganjil
Kesimpulan : x ganjil →
ganjil
2. Pembuktian
tidak langsung
a. Ada
kalanya kita sulit membuktikan p→q secara langsung. Dalam keadaan demikian kita
dapat membuktikan kontra positifnya, yaitu membuktikan kebenaran -q→-p sebab
kedua pernyataan tersebut ekuvalen atau (p→q)→(-q→-p) merupakan tautologi.
Misalnya harus
dibuktikan proposisi berikut.
Jika hasil kali
bilangan asli a dan b ganjil (p), maka kedua bilangan tersebut ganjil (q) yang
disimbolkan p→q.
Untuk
membuktikan proposisi tersebut, kita dapat membuktikan kontra positifnya yang
berbunyi : “jika bilangan asli a dan b kedua-duanya tidak ganjil (-q) maka a.b
tidak ganjil (-p) yang disimbolkan : -q→-p.
Andaikan
salah satu dari a atau b tidak ganjil (yang berarti genap)
a=
2n →a.b = (2n)b
= 2(nb) genap (tidak ganjil).
Pembuktian dengan
kontra positif ini juga dapat diubah menjadi (p→q) ∧-q→-p
merupakan tautologi yang disebut modus tollendo tollens atau ditulis
Hipotesis
(1) p→q
Hipotesisi (2) -
q
Kesimpulan -p
b. Bila
kita ingin membuktikan proposisi p, maka kita pandang negasinya p adalah –p.
Kita harus membuktikan, dengan –p akan terjadi kontradiksi, misalnya q ∧
-q salah maka pemisalan –p menjadi salah. Dengan demikian –(-p) menjadi benar
atau karena –(p) ↔ p maka p benar.
Dengan perkataan lain,
kita tunjukan bahwa –(q∧-q) →-(-q) suatu tautologi. Pembuktian
seperti ini disebut reductio ad absurdum.
Misalnya kita membuktikan suatu teorema dalam geometry euclides yang berbunyi
sebagai berikut. “jika I dan m merupakan dua garis yang berlainan yang tidak
sejajar, maka I dan m itu berpotongan pada suatu titik tuggal.”
Proses
pembuktiannya sebagai berikut:
1. I
dan m tidak sejajar, berarti l dan m mempunyai suatu titik yang sama.
2. Karena yang akan dibuktikan adalah ketunggalan
titik, dipandang sebaliknya, yaitu l dan
m dimisalkan mempunyai dua titi potong di A dan B yang berbeda.
3. Karena
itu ada lebih dari satu garis yang melalui dua titik A dan B.
4. Pernyataan
(3) ini bertentangan dengan aksioma/postulat Euclides yang berbunyi : “Hanya
ada satu garis yang dapat ditarik melalui dua titik A dan B “
5. Disimpulkan
l dan m berpotongan pada satu titik tunggal.
c. Untuk
membuktikan tidak kebenaran dari suatu generalisasi, kita pergunakan cukup
dengan satu contoh saja yang dapat menggagalkan generalisasi tersebut.
Cara pembuktian seperti
ini disebut contoh kontra.
Prinsip
pembuktian contoh kontra adalah sebagai berikut.
(∀
x) p(x). x∈
A.
Bila dapat ditunjukan
bahwa untuk a ∈
A menghasilkan –p(a) maka ini berarti (∃x)-p(x).
Ini ekuvalen dengan –((∀x) p(x) yang menggagalkan generalisasi
yang dikemukakan.
Misalkan, kita akan
membuktikan tidak benarnya proposisi ( ∀n)(n(n+1)+41)
adalah bilangan prima untuk n∈{bilangan asli}.
Ambil n=40 maka
40(40+1)+41=41.41 bukan bilangan prima.
Di sini juga sekaligus
terlihat bahwa hasil pengamatan (kebenaran yang khusus) tidak dapat begitu saja
kita benarkan generalisasinya.
Perhatikan kembali contoh di ( ∀
n)(n(n+1)+41)) untuk n ∈ {bilangan
asli} dengan kejadian-kejadian berikut.
Tabel 5.1. pembuktian dengan contoh
kontra.
N
|
n(n+1)+41
|
Keterangan
|
1
2
3
4
5
|
1(1+1)+41=43
2(2+1)+41=47
3(3+1)+41=53
4(4+1)+41=61
5(5+1)+41=71
|
Bilangan
prima
Bilangan
prima
Bilangan
prima
Bilangan
prima
Bilangan
prima
|
39
40
|
39(39+1)+41=1601
40(40+1)+41=1681=
|
Bilangan
prima
Bukan
bilangan prima
|
Penyimpulan dari
penalaran induktif tidak dapat diterima sebagai kebenaran penalaran deduktif.
3.
Induksi matematika
Induksi matematika
biasanya dipergunakan untuk pernyataan-pernyataan yang menyangkut bilangan
asli.
Induksi matematika ini
berbeda dengan penalaran induktif yang telah disinggung diatas. Induksi
matematika merupakan penalaran deduktif yang pada dasarnya menggunakan modus
ponendo ponens.
Prinsip
pembuktian adalah sebagai berikut.
Misalnya
suatu pernyataan P tentang bilangan asli dinyatakan dengan P(n).
Jika kedua hal (1) P(a) benar untuk a∈{bilangan
asli}
(2) untuk setiap
bilangan asli k≥a, bila pernyataan P(k) benar maka p(k+1)benar.
Maka P(n) benar untuk
semua bilangan asli n≥a.
Penggunaan modus ponendo
pones terlihat berikut ini. Perhatikan P(n), n∈{bilangan
asli}.
(1) dan
(2) berarti P(a)→ P(a+1)
P(a+1)→p(a+2)
P(a+2)→P(a+3)
p(k) → P(k+1)
Jadi pembuktian
induksi metematika merupakan penalaran deduktif.
Misalkan
kita hendak mencari jumlah:
1+2+3+.....+n
1.
penalaran
deduktif
1+2 = 3 =
1+2+3 = 6 =
1+2+3+4 = 10 =
1+2+3+.........+n =
Hasil ? dalam matematika bukan hasil penalaran deduktif. Di sini
akan ditunjukan langkah berikutnya yaitu dengan menggunakan induksi matematika.
2. Penalaran deduktif
Harus dibuktikan P(n) = 1+2+3+......+ n =
Bila P(k) =
1+2+3+..................+k =
Maka P(k+1) = 1+2+3+............+k+ (k+1) =
Benar
(1)
P(1) =
(2)
P(k)
benar maka P(k+1) = 1+2+3+......+k)
+ (k+1)
=
=
(k+1) (
=
Benar
Jadi P(n) benar untuk setiap n bilangan asli.
C. SISTEM
AKSIOMATIK
Dalam uraian
terdahulu telah dikemukakan bahwa
matematika berstruktur aksiomatik. System aksiomatik terdiri atas empat bagian
dasar, yaitu pengertian pangkal ( underfined term ), aksioma, konsep yang
didefinisikandan teorema.
Misalkan
dalam system bilangan cacah, mempunyai empat bagian dasar berikut.
1. Pengertian
pangkal ; himpunan bilangan cacah C.
= { 0, 1, 2, … } dengan
operasi + dan x, serta relasi =
2. Aksioma
1) Operasi +
a.
Untuk a, b ϵ C, a + b ϵ
C
b.
Untuk a, b ϵ C, a + b =
b + a
c.
Untuk a, b ϵ C, a + (b + c) = (a + b) + c
d.
Ada unsure identitas 0 ϵ
C sehingga untuk a ϵ C berlaku a + c = 0 + a = a
e.
Untuk a, b, c ϵ C, jika
a + b = c + b maka a = c.
2) Operasi x
a.
Untuk a, b ϵ C, a x b ϵ
C
b.
Untuk a, b ϵ C, a x b =
b x a
c.
Untuk a, b ϵ C, a x (b x c) = (a x b) x c
d.
Ada unsure identitas 1 ϵ
C sehingga untuk a ϵ C berlaku a x 1 = 1 x
a = a
e.
Untuk a, b, c ϵ C, jika
a x b = c x b maka a = c, untuk b ≠ 0
3. Definisi
Untuk mengembangkan
menjadi teorema, diperlukan definisi misalnya “ kurang dari” (symbol <) dan
“lebih dari” (symbol >).
Relasi “kurang dari”
x > y berarti y <
x
4. Teorema
Dari aksioma – aksioma
dari definisi di atas dapat diturunkan teorema misalnya untuk x, y, z ϵ C , jika x < y maka x + z < y + z .
Cara
menurunkan teorema tersebut, menggunakan penalaran deduktif berikut.
1.
X < y diketahui
2.
X + d = y definisi
<
3.
( x + d ) + z = y + z aks. 1)(c)
4.
x + ( d + z )= y + z aks. 1)(c)
5.
( x + z ) + d = y + z aks. 1)(c)
6.
x + z < y + z definisi
<
Pembuktian menjadi lengkap.
Demikianlah dengan menggunakan definisi
– definisi baru yang tidak saling bertentangan dengan definisi sebelumnya dan
aksioma – aksioma serta teorema – teorema yang sudah dibuktikan, tersusun
teorema – teorema baru.
Sifat – sifat yang terdapat pada obyek –
obyek dari system bilangan cacah misalnya, sifat komutatif, disebut sifat –
sifat struktur dari system bilangan cacah.
Secara lebih umum lagi, berikut ini
dipaparkan selintas salah satu system matematika yang disebut Medan ( Field ).
1. Pengertian
pangkal
Unsur
– unsur a, b, c … ϵ M. Paling sedikit ada dua unsur terdapat dalam M.
Operasi
+ dan x tidak selalu diinterpretasikan sebagai penjumlahan dan perkalian
seperti pada aritmatika.
2. Aksioma
Untuk a, b ϵ
M, a + b = c ϵ M.
Untuk a, b ϵ
M, a + b = b + a
Untuk a, b, c ϵ
M, a + (b + c)= (a + b)+ c
Ada unsur identitas 0 ϵ M sehingga untuk
setiap a ϵ M, a + 0 = 0 + a = a
Setiap a ϵ
M, ada tunggal –a ϵ M sehingga a + (-a) = (-a) + a = 0
Unsur
–a disebut invers a.
Untuk a, b, ϵ
M, a x b = c ϵ M
Untuk a, b, ϵ
M, a x b = b x a
Untuk a, b, c ϵ
M, a x (b x c) = (a x b) x c
Ada unsure identitas 1 ϵ
M sehingga untuk setiap a ϵ M, a x 1 = 1 x a = a
Setiap a ϵ
M, a ≠ 0, ada tunggal
ϵ
M sehingga
disebut invers multiplikasi a
Untuk a, b, c ϵ
M, a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
3. Teorema
Misalkan
kita ingin membuktikan teorema berikut.
:
Jika a = b dan c = d maka a + c = b + d
Bukti :
1.
a = b
……………………………………………………..diketahui
2.
c = d
……………………………………………………..diketahui
3.
a + c = b + d
……………………………………jelas dari 1 dan 2
: Jika a + b = c maka b = (-a ) + c
1.
a + b = c
…………………………………………………diketahui
2.
(-a + a) + b = (-a) + c
…………………………………
3.
(-a + a) + b = (-a) + c
…………………………………
4.
0
+ b = (-a) + c …………………………………
5.
b =(-a) + c ………………………………….
Untuk
mengembangkan, diberikan defines – definisi berikut.
a
– b diartikan a + (-b)
:
Jika a = b dan c = d maka a – c = b – d
Bukti :
1.
a = b
…………………………………………………diketahui
2.
c = d
…………………………………………………diketahui
3.
a – c = a + (-c)
…………………………………..definisi a – c
4.
b – d = b +(-d)
…………………………………..definisi b – d
5.
a + (-c) = b + (-d)
……………………………...(1, 2)
6.
a – c = b – d
………………………………………..(3, 4, 5)
Kumpulan aksioma Medan ditambah lagi
dengan sekumpulan aksioma yang secara bersama, seluruh itu menjadi suatu system
matematika yang baru yang disebut Medan berurutan ( Ordered Field ).
1.
Relasi yang tidak
didefinisikan : a > b dibaca a lebih dari b.
2.
Definisi relasi a <
b, dibaca a kurang dari b berarti a < b jika dan hanya jika b > a.
3.
Aksioma
s/d
Untuk a, b, c ϵ
ada tepat satu relasi yang benar dari relasi -
relasi a < b, a = b, a >b
Untuk a, b, c ϵ
,
jika a > b dan b > c maka a > c.
Untuk a, b, c ϵ
,
jika a > b maka a + c > b + c
Untuk a, b, c ϵ
,
jika a > b dan c > 0 maka a x c > b x c.
4.
Teorema
:
Jika a > b dan c > d maka (a + c)
> (b + d)
Bukti :
1.
a + c > b + c
………………………….
2.
a + c > b + d
………………………….
3.
a + c > b + d
………………………….
:
a > b jika dan hanya jika -a > -b
a. Hendak
dibuktikan jika a > b maka –a < -b.
Bukti :
1. [(-a)
+ (-b) + a] > [(-a) + (-b) + b] …………………….
2. [((-a)
+ a) + (-b)] > [(-a) + (-b) + b] …………………
3. –b
> -a .………………………………………………….
4.
–a > -b
……………………………………………. definisi
b.
Hendak dibuktikan jika
-a < -b maka a > b.
Bukti :
1. [(-a)
+ b + a] < [(-b) + b + a] ………………………….
2. [((-a)
+ a) + b] < [(-b) + (b) + a]……………………
3. b
< a ………………………………………………….….
4. a > b ..……………………………………………. definisi
:
Jika a > b, c < 0 maka a x c < b x c
Bukti :
1.
misalkan c = -d, d >
0
2.
a x d > b x d
…………………………………………….
3.
–a x d < -b x d
…………………….……………………..
4.
a x (-d) < b x (-d) ….……………………………………..
5.
a x c < b x c ...……………………………………substitusi.
Demikian seterusnya, kita dapat
mengembangkan teorema – teorema. Pengembangan selanjutnya, bukan pada tempatnya
dibicarakan di sini. Di sini hanya ditunjukkan bagaimana berpikir matematik yang
secara terstruktur bergerak maju selangkah demi selangkah secara sistematik.
Setiap langkah harus dapat dipertanggungjawabkan.
Yang telah dikemukakan di atas merupakan
system matematik yang disebut Medan yang kemudian sifta- sifatnya dikembangkan
lagi dengan menetapkan aksioma – aksioma tambahan sehingga menjadi ordered field.
Dengan sekelumit contoh pengembangan suatu
system matematika yang aksiomatik ,
dapat kita simpulkan bahwa matematika itu kemungkinan berkembang menjadi besar
dan ini terbukti dengan penemuan – penemuan cabang matematika yang baru dan
aplikasinya pun menyebar ke banyak cabang ilmu pengetahuan.
D. PEMILIHAN
KONSEP-KONSEP ESENSIAL
Untuk
menetapkan konsep-konsep esensial tidak semudah yang diucapkan. Kita perlu
menetapkan criteria apa yang dimaksud konsep esensial tersebut. Kriteria
tersebut perlu didistribusikan sehingga terjadi kesepakatan tentag deskripsi
konsep esensial untuk matematika di sekolah. Setelah kriteria itu jelas barulah
kita mendiskusikan pokok bahasan/ sub pokok bahasan yang termasuk konsep
esensial untuk ruang lingkup matematika di sekolah. Kalaupun penetapan konsep
esensial matematika di sekolah sudah diterapkan dengan cara seperti itu, belum
tentu kelompok diskusi yang lain akan menyepakatinya, walaupun bidang keahlian
pengkaji sama.
Dalam
pembicaraan berikut ini akan kita coba criteria konsep esensial untuk
matematika SD. Konsep esensial yang dimaksud dapat berupa fakta, definisi, dan
prinsip dasar untuk matematika SD.
1. Validitas
Konsep
yang dipilih harus mendukung tercapainya tujuan yang telah dirumuskan.
2. Signifikan
Konsep-konsep yang dipilih
seyogyanyansaling berhubungan sehingga dapat diurut secara hirarkis dan
merupakan satu kesatuan yang utuh sebagai bahan matematika SD yang rinciannya
adalah sebagai berikut:
a. Konsep
yang mendasari konsep lainnya
b. Konsep
yang memang dapat dipahami anak norma. Dengan perkataan lain, konsep-konsep
tersebut harus sesuai dengan kesiapan anak normal
c. Konsep
yang memang bermanfaat untuk bekal kehidupan anak
d. Konsep
yang banyak atau sering digunakan untuk menjelaskan konsep berikutnya. Konsep
sebagai pengenal saja di SD, walaupun sangat diperlukan untuk tingkat
pendidikan yang lebih tinggi tidak termasuk dalam criteria yang kita tetapkan.
Dengan
criteria diatas, kita coba menetapkan konsep esensial untuk matematika SD.
Asumsinya bagi siswa SD pada umumnya, mereka memerlukan kemampuan
hitung-menghitung untuk bekal kehidupannya. Asumsi ini mendasari rumusan
tujuan. Misalnya, himpunan :
1. Validitas
konsep
himpunan memang dipelukan karena memang mendukung tujuan
2. Signifikan
a. Konsep
himpunan sebagai dasar untuk menjelaskan bilangan cacah. Bilangan cacah tidak
mungkin diabaikan di matematika SD
b. Konsep
himpunan mudah dipahami siswa SD, karena pengertian himpunan dapat dijelaskan
dengan benda konkret sesuai dengan tahap perkembangan intelektual siswa SD.
c. Konsep
himpunan memang sangat mudah dicerna anak
dan memang bermanfaat bagi kehidupan, namun konsep abstrak tidak
diperlukan disini.
d. Konsep
himpunan akan sering digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep matematika SD
yang lain.
Kesimpulan : himpunan termasuk konsep
esensial.
Misal yang lain, matriks :
1. Validitas
Konsep matriks mungkin tidak diperlukan
untuk mendukung tercapainya tujuan.
2. Signifikan
a. Konsep
matriks tidak mendasari konsep-konsep matematika SD yang berkaitan dengan
hitung menghitung.
b. Konsep
matrik dapat dicerna oleh siswa, asalkan konsep disajikan dengan contoh-contoh
konkret dalam kehidupan sehari-hari.
c. Konsep
matriks ini dapat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari bila konsep matriks
ini dikembangkan.
d. Konsep
ini rasanya tidak ada kelanjutan dalam matematika SD dengan demikian konsep
matriks SD berfungsi sebagai pengenalan saja.
Kesimpulan : matriks bukan konsep
esensial
Dari kedua contoh diatas, terlihat dalam
menetapkan apakah suatu pokok bahasan merupakan konsep esensial, sangat
dipengaruhi oleh subyektivitas individu yang menetapkan, walaupun criteria
pemilihan konsep esensial sudah ditetapkan. Karena itu untuk menetapkan apakah
suatu pokok bahasan merupakan konsep esensial, perlu forum diskusi yang
melibatkan para ahli.